Dalam
karyanya “Being in time”, Heidegger
menekankan bahwa perilaku manusia adalah sebuah keterlibatan secara aktif
dengan objek keseharian di sekelilingnya. Manusia bukan seorang pengamat pasif
yang mengambil jarak dari dunianya, melainkan terlibat langsung dengan dunianya.
Fakta ini menunjukkan bahwa seharusnya saya ada terlebih dahulu barulah
kemudian saya bisa berpikir. Konsekuensinya adalah fakta mendasar dari
eksistensi manusia adalah bahwa kita telah “ada di dalam dunia”. Dengan begitu,
dunia adalah karakter dari ada di dalam dunia. Itu berarti bahwa saya sebagai
manusia terlibat dalam faktualitas dunia. Akibatnya, saya harus terikat dengan
dunia. Artinya pemahaman mengenai diri saya dan dunia hanya dapat saya temukan
lewat keberadaan saya dalam dunia. Untuk itu, tesis dasar dalam menganalisa
makna “saya ada dalam dunia”, adalah : “Berada
dalam dunia adalah makna eksistensi manusia. Itu berarti manusia hanya bisa
menemukan dirinya dalam dunia. Untuk itu, cara yang dapat diusahakan manusia
untuk menemukan makna dirinya dalam dunia, adalah terlibat dalam faktualitas
dunia”.
-
Arti / Makna Dunia
Dunia dalam
konteks ini, dapat dipahami sebagai realitas diri saya. Maksudnya, adalah bahwa
dunia adalah hasil proyeksi dari diri saya sendiri sebagai manusia. Dunia
menjadi hal yang dapat saya pikirkan, karena saya telah ada dalam dunia
terlebih dahulu. Itu berarti bahwa, tidak mungkin saya dapat memikirkan dan
memahami dunia, tanpa ada terlebih dahulu dalam dunia dan mengalami dunia sebagai
realitas empirik - faktual dimana saya berada dalamnya. Konsekuensinya adalah
bahwa, saya dapat dan hanya dapat menemukan makna dari dunia dalam pengalaman
saya sendiri dalam dunia. Bagaimana corak pengalaman tersebut ? Pengalaman yang
dimaksud, adalah pengalaman empirik – sadar. Maksudnya adalah pengalaman yang
nyata terjadi dan sungguh saya sadari sebagai sebuah pengalaman yang dalamnya
saya terlibat dalam keberadaan saya sebagai manusia, sehingga dari padanya saya
dapat belajar untuk memahami diri sendiri dan dunia dimana dalamnya saya
berada. Salah satu contoh konkrit yang dapat disebutkan mengenai hal ini,
adalah : “Saya adalah calon sarjana
psikologi”. Contoh ini bila dikonversi ke dalam makna dunia, akan memberi
makna bahwa : “Saya adalah sarjana
psikologi”. Konversi inilah yang mendorong saya untuk menghidupi pembinaan
di seminari sebaik mungkin, sebagai proyeksi atas realitas saya sebagai seorang
calon imam.
-
Peranan Tubuh
Dalam Fakta : “Saya ada dalam dunia”.
Titik tolak
pemahaman atas makna tubuh dalam fakta bahwa “saya ada dalam dunia”, adalah
bahwa tubuh sebagai bagian hakiki dari keberadaan saya sebagai manusia dalam
hal ini berperan sebagai realitas empirik – factual bahwa “saya ada dalam
dunia”. Essensi saya yang adalah manusia, mengharuskan saya hadir sebagai
makhluk bertubuh dan berjiwa. Dengan kata lain, saya tidak bisa menemukan
keberadaan saya dalam dunia sebagai manusia, bilamana hanya berpegang ada
kesadaran semata (fakta jiwa), melainkan juga karena tubuh saya yang menjadikan
saya hadir sebagai manusia utuh dan dapat diidentifikasi sebagai manusia.
Contoh konkritnya, adalah : Saya adalah seorang pria, berambut ikal, berwarna
kulit sawo matang dan lain sebagainya. Semua ciri fisik tersebut
mengindikasikan bahwa saya makhluk bertubuh manusia dan karenanya pula saya
disebut seorang manusia yang dikenal dengan nama : Roy.
-
Sikap Saya
Terhadap Dunia
Konsekwensi dari
keberadaan saya sebagai manusia dalam dunia, adalah saya terikat dengan dunia.
Hal ini berarti bahwa saya hendaknya terlibat dalam faktualitas dunia.
Keterlibatan tersebut ditandai dengan bagaimana saya bersikap terhadap dunia. Dengan
terlibat dalam faktualitas dunia, maka saya bereksistensi secara penuh dalam
dunia. Dalam hal ini, bersikap cuek, apalagi masa bodoh terhadap dunia berarti
mengabaikan eksistensi saya dalam dunia. Lebih dalam dari itu, sikap terhadap
dunia juga mengandung dalamnya essensi saya sebagai manusia yang adalah makhluk
berjiwa yang ditandai dengan kepemilikan atas kapasitas budi, suara hati dan
hati nurani. Dengan demikian, mengabaikan keharusan untuk menentukan sikap
terhadap dunia, sama saja mengingkari essensi saya sebagai manusia. Dampaknya,
eksistensi saya sebagai manusia dalam dunia tidaklah utuh karenanya. Contohnya
konkritnya, adalah : Saya sebagai seorang anggota orang muda katolik (OMK)
tidak bisa dengan begitu saja memaksakan pendapat saya perihal pembaharuan
organisasi dan kehidupan anggota OMK bilamana saya biasanya lebih mementingkan
kepentingan pribadi ketimbang terlibat aktif dalam hidup dan karya OMK tempat
dimana saya berada. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa hak menuntut kewajiban
dan tiada kewajiban tanpa hak.
No comments:
Post a Comment